Saya pernah mendengar kisah yang menekankan bahwa adil tidak harus sama..
kisahnya seperti ini, " Terdapat dua anak kembar, diberi ayahnya 1 buah
apel yang cukup besar, sang ayah meminta keduanya untuk membagi secara rata
apel tersebut. Nah bagaimana cara membaginya agar benar-benar adil dan
tidak ada perdebatan? Jila langsung dipotong bisa saja ada potongan lebih
besar, kan tidak adil soalnya apel tidak simetris, lalu bagaimana membaginya
ya? " jawabannya simpel ternyata,
yaitu anak yang memotong/membagi apel harus memilih terakhir. namun apakah itu mencerminkan keadilan?
ada lagi kisah lain, "Sebuah keluarga punya dua anak, yang
pertama SMA dan yang kedua SD, yang pertama mendapat saku Rp.5000/hari dan yang
kedua mendapat saku Rp.1000/hari apa ini adil? Kan tidak sama?" jawabannya
adalah
karena kebutuhan yang berbeda maka hak yang diberikan pun berbeda. Pada kisah ini pun ditonjolkan bahwa suatu keadilan tidak harus sama, namun sekali lagi, apakah benar keadaan yang terjadi seperti itu?
Sekarang saya coba bawa keadaan ini ke kisah nyata,, kisah ini benar benar
akan terjadi dimulai tanggal 18 juli 2012. Yaitu akan diberlakukannya Kartu
identitas Kendaraan (KIK) dan portalisasi kampus secara massive dan aktif di
Kompleks Agro dan Sosio-Yusticia dimana mereka yang membawa kendaraan bermotor
kedalam kompleks Agro-Sosio Yustisia diharuskan menunjukan KIK tersebut pada
portal kampus yang telah disediakan. Bagi yang tidak bisa
menunjukan maka diharuskan untuk parkir di sekitaran area lembah UGM (yang tentu jaraknya lebih jauh bila dibandingkan dengan memarkir
kendaraannya di fakultas masing masing). saya ingatkan kembali disini bahwa
objek kebijakan terbagi menjadi dua pihak, yang pertama adalah mereka yang
mampu memiliki KIK (antara lain dekan dan jajarannya, dosen, karyawan, dan mahasiswa
UGM angkatan sebelum 2011) dan yang kedua adalah mereka yang dilarang memiliki
KIK ( yaitu mahasiswa UGM angkatan 2011 kebawah). mari
kita ajukan kembali pertanyaan, apakah ini adil? apabila pembaca yang budiman
menanyakan pada pihak pertama maka mereka akan menjawab bahwa keadaan ini
adalah adil dengan berbagai alasan seperti: kesibukan dosen; karyawan; dan
orang-orang gajian yang lain jauh lebih berat dibandingkan kesibukan mahasiswa.
mobilitas orang orang gajian yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang
'hanya' belajar. dan hal hal lain yang menunjukan seakan akan keadaan orang
orang gajian tersebut harus diutamakan dibandingkan keadaan mahasiswa yang
tugasnya hanya belajar.
lalu apa hubungan kisah ketiga saya dengan statemen 'adil tidak harus sama'
tersebut?
pada kisah pertama, seandainya kita tambahkan beberapa kondisi atau keadaan
seperti kesukaan salah satu anak terhadap buah apel, keadaan salah satu anak
yang kelaparan, dan hal lainnya maka akan timbul fenomena bahwa 'adil
tidak harus sama' adalah hal yang salah.
'adil tidak harus sama' adalah hal yang salah.
pada kisah kedua, seandainya kita tambahkan (lagi) beberapa kondisi sperti
harga makanan di SD sama mahalnya dengan harga makanan di SMA, pengeluaran anak
SMA yang lebih kearah foya foya karena luasnya pergaulan, dan keadaan keadaan
lain maka akan terlihat bahwa pernyataan 'adil tidak harus sama' adalah pertanyaan
yang egois dan irasional.
'adil tidak harus sama' adalah pertanyaan yang egois dan irasional.
pada kisah ketiga tentu pembaca sudah mengerti akan saya bawa kemana
tulisan ini, seandainya (lagi-lagi) kita tambahkan keadaan atau kondisi
tertentu pada pihak pihak yang ada maka akan terlihat bahwa pernyataan 'sama
tidak harus adil' adalah pernyataan yang egois. contoh; kita jadikan
pihak mahasiswanya adalah mahasiswa yang amat sibuk dengan organisasinya,
akademisnya, atau bahkan harus bekerja untuk memenuhi biaya hidupnya atau
singkatnya tidak 'hanya' belajar. lalu kita bandingkan dengan orang orang
gajian UGM tersebut yang jam kerjanya hanya dimulai pukul 07.30 dan selesai
pukul 16.00, saat bekerja pun belum tentu serius, tidak total pada pekerjaannya
(walau saya yakin tidak sedikit juga yang total dengan amanahnya), atau
singkatnya sudah digaji dapat fasilitas lebih(fasilitas KIK tersebut).
maka dapat kita ciptakan hipotesa bahwa 'adil tidak harus sama'
adalah sesuatu yang tidak benar selama kita tidak
mempertimbang SEMUA aspek dalam mengusahakan keadilan tersebut. atau hipotesa yang cukup ekstrim yaitu 'adil harus sama rata'. dimana kita
tidak dibenarkan mempertimbangkan satupun keadaan, kondisi, atau aspek yang ada
agar kita dapat menciptakan sesuatu yang benar benar sama sehingga teciptalah
ke-'adil'-an itu sendiri.adalah sebuah kebebasan bagi pembaca yang cerdas untuk
memilih satu dari dua pilihan hipotesa yang ada.
Hipotesa yang pertama adalah mengusahakan keadilan dengan mempertimbangkan semua aspek, kondisi, keadaan yang ada (dimana keadaan, kondisi, maupun aspek tersebut dapat direkayasakan dan dibuat ada padahal tidak ada atau sebaliknya).
Hipotesa kedua dimana saat kita mengetahui keadaan, kondisi, maupun aspek yang bisa di-ada ada-kan maka kita menutup mata kita dan memberlakukan kesamaan terhadap semua pihak.itu adalah pilihan pembaca.kurang lebihnya saya memohon maaf. wassalam.
TONDY DMR
Kepala Departemen APK
0 komentar:
Posting Komentar